Definisi hidup sejahtera
(dikutip dari buku yang tidak sengaja terbaca
ketika berada di toko buku)
Waktu menunjukkan pukul 08.00
pagi. Seseorang berpenampilan necis dengan dasi dan sepatu yang tentu saja
disemir mengkilat berjalan keluar menyambut sopir yang telah membukakan pintu
mobil mewahnya.
“Selamat pagi pak” sapa sopir
ramah.
Sang majikan hanya mengangguk
kecil lalu memasuki mobil. Pintu mobil segera ditutup, perjalanan ke kantor pun
di mulai.
Di dalam mobil, sang majikan
langsung membuka laptop dan segera saja jarinya menari di atas keyboard sambil
sesekali melirik ke luar jendela mobil. Perjalanan ke kantor seringkali
berlangsung sama setiap hari. Sopir menyetir, dan majikan bekerja dengan
laptopnya. Jarang sekali terjadi perbincangan antara kedua orang tersebut.
Mungkin sang majikan merasa sopir tidak akan mengerti dengan apa yang dia
bicarakan. Begitu pula sopir merasa malu
untuk menanyakan sesuatu karena tidak tahu apakah yang akan dia bicarakan
berkenan di hati sang majikan. Terlepas dari dugaan di atas, kedua orang ini
memang jarang sekali berbincang selain perbincangan tujuan mobil mewah tersebut
diarahkan.
Terlepas dari pertigaan lampu
merah, mobil kembali melaju dengan perlahan menuju ke pusat keramaian kota. Sang
majikan terus sibuk dengan pekerjaan di dalam laptopnya hingga tiba-tiba saja
dia tertarik dengan sesuatu yang dilihatnya.
Dia melihat seorang pemulung
yang sedang menggelar tikar. Pemulung tersebut tampaknya ingin melanjutkan
tidurnya di depan sebuah emperan toko kosong. Singkat cerita, tingkah laku
pemulung ini mengundang hasrat sang majikan untuk menanyakan beberapa hal kepada
pemulung tadi. Sang majikan kemudian memerintahkan sopir untuk berhenti. Sang
majikan kemudian turun dan mencoba menyapa si pemulung.
“selamat pagi Pak…” sapa sang
majikan setelah keluar dari mobil.
Si pemulung sedikit terkejut
dengan suara sapaan tadi. Jarang sekali ada orang yang menyapanya.
“Oh, selamat pagi…”
Pemulung kemudian menyiapkan
bantal usangnya dan tak lama kemudian semakin jelaslah terlihat bahwa pemulung
tadi hendak tidur.
“Bapak sedang apa?” tanya sang
majikan
“sedang bersantai pak….” Jawab
si pemulung singkat
Di dalam hati, sang majikan
seperti menertawakan pemulung ini. Tentu saja dia jadi pemulung, tidak menjadi
seperti aku yang kaya raya ini. Lawong pagi begini dia malah mau tidur.
Bagaimana mungkin dia bisa menjemput rejeki. Perasaan iseng kembali membuat
sang majikan meneruskan perbincangan tersebut.
“Bapak tidak bekerja? Inikan
sudah jam delapan pagi. Lihatlah di jalanan ramai orang berlalu lalang mengais
rejeki.”
Si pemulung hanya menoleh
sedikit lalu bertanya balik
“Untuk apa bekerja Pak?”
Mendengar pertanyaan itu sang
majikan kaya tertawa lepas..
“hahaha, bekerja kok untuk apa
sih pak. Ya untuk dapat uang Pak…”
Si pemulung tidak merubah
mimik mukanya dan kemudian melontarkan pertanyaan lanjutan.
“lalu setelah dapat uang untuk
apa Pak?”, tanya pemulung.
“Uang itu segalanya pak. Anda
bisa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin dengan uang. Kalau bapak punya
uang, Bapak juga bisa membeli mobil mewah seperti saya, membeli rumah, membeli
kulkas,
dan yang paling penting bisa membeli kasur sehingga bisa bapak jadikan
tempat istirahat yang enak…”jawab sang majikan panjang
“hemmmm, lalu semua itu untuk
apa Pak?” si pemulung ternyata kembali bertanya untuk apa.
“ya, biar hidup anda jadi
santai pak…” jawab si majikan sambil tersenyum bangga.
Pemulung tetap saja
melanjutkan ritual tidur paginya dengan menjatuhkan kepalanya ke bantal usang
sambil berkata kepada sang majikan
“Bapak tidak lihat ya saya
sedang santai”
….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar