Selasa, 27 Juni 2017

Kenapa ada orang yang sangat taat kepada Allah tapi tidak kaya?

Sahabat,
Perlu diketahui bahwa tidak semua pertanyaan bisa mengantarkan kita kepada jawaban. Beberapa pertanyaan, merupakan pertanyaan yang salah, tidak pada tempatnya, atau pertanyaan jebakan, yang menghubungkan sesuatu yang seharusnya tidak berhubungan. Contoh: pilih mana pemimpin muslim tapi korupsi atau pemimpin non muslim tapi jujur? ini pertanyaan konyol. Tidak ada pemimpin muslim yang korupsi, jika dia benar seorang muslim, dia adalah orang yang paling takut dengan Allah. Jika ada orang muslim yang korupsi, berarti dia bukan muslim. Orang munafiq lah ia. Bukan dari golongan orang muslim.

Bahkan, beberapa pertanyaan tidak membutuhkan jawaban. Kenapa? karena jawaban hanya akan mendangkalkan jawaban pertanyaan. Ketika kita dimabuk cinta, apa jawaban yang paling tepat ketika ditanya seberapa dalam cinta saya kepadamu? jawaban apapun yang aku berikan, tidak bisa menggambarkan apa yang aku rasakan. Jika saya berkata sedalam palung lautan yang paling dalam, berarti cintaku masih terukur. Padahal, cintaku tidak terukur bahkan oleh ruang dan waktu. Itulah contoh jawaban yang hanya akan mendangkalkan dalamnya pertanyaan.

Kembali kepada pertanyaan, Kenapa ada orang yang sangat taat kepada Allah tapi tidak kaya?
Hal ini mirip dengan pertanyaan, Kenapa para profesor tidak semua nya kaya raya? padahal orang lulusan SD banyak yang sukses jadi pengusaha?

Nah, mungkin Anda sudah menemukan jawaban pertanyaan pertama, dari pertanyaan kedua yang saya lontarkan.

Ya, tidak ada kaitan/ korelasi/ hubungan antara iman dan taqwa seseorang dengan banyaknya harta.
Sama dengan tidak ada korelasi antara pintarnya seseorang dengan kaya raya nya ia. Banyak sekali orang bodoh di dunia ini yang kaya raya. Kerjaannya sepele, simple, tapi dia kaya nya minta ampun. Ada juga orang bodoh yang kaya raya karena nenek moyangnya sudah terlanjur kaya, sehingga dibuat foya foya pun hartanya masih menggila.

Terkait iman dan taqwa serta hubungannya dengan kekayaan, silahkan tengok para nabi. Siapa yang masih menyangsikan iman dan taqwa para nabi? mereka mendapat wahyu langsung dari Allah. Namun, tidak semua nabi kaya raya. Banyak nabi yang miskin. Nabi Sulaiman memang kaya, tapi jangan lupa ada nabi Ayyub yang juga miskin walaupun sebelumnya kaya. Apakah kita bisa mengatakan nabi Ayyub kurang iman dan taqwanya?

Lihatlah sahabat nabi. Hanya beberapa sahabat yang terkenal sangat kaya raya, yang lain biasa biasa saja bahkan cenderung miskin. Ada Abdurrahman bin Auf dan Ustman bin Affan yang kaya rayanya luar biasa. Lantas, kemana sahabat lain? ternyata mereka tidak kaya. Bahkan cenderung miskin.

Walau demikian, perlu dicatat bahwa ukuran miskin sangat relatif. Kata-kata ini sangat bervariasi maknanya. Ada orang kaya hartanya, namun miskin jiwa nya karena tidak mau berbagi dengan siapapun. Ada orang miskin hartanya, namun kaya jiwanya karena tidak pernah menolak ketika diminta oleh orang lain.

Dalam artian ini, istilah "miskin" untuk orang muslim adalah miskin yang cukup. Cukup itu pun relatif. Ada orang yang cukup makan 2x sehari. Ada orang yang cukup dengan makan 3x sehari. Ada orang yang merasa cukup walau makan hanya sekali dalam 2 hari. Setidak tidaknya, orang dengan iman dan taqwa yang tinggi tidak pernah meminta minta kepada selain Allah. Mereka memiliki sifat sabar dan qanaah. Ridho dengan segala ketentuan Allah. Mereka tetap giat berusaha dan bekerja sepanjang hari tanpa melupakan kewajiban utama untuk beribadah kepada Allah.

Kaya dan miskin adalah takdir. Sudah tertulis di Lauh Mahfudz. Jangan sekali kali berharap dengan beribadah maka dunia kita akan baik dan kita menjadi kaya. Jangan berdagang amal ibadah kita. Cukuplah Allah yang mencukupi segala kebutuhan kita karena memang hidup ini ikut programnya Gusti Allah. Kita terlahir di dunia juga tidak pernah meminta apapun. Artinya, yang Maha Hidup yang menghidupkan kita telah memiliki rencana untuk kita dari lahir sampai kemudian mati.

Tugas kita hanyalah berusaha karena usaha adalah perintah Allah. Masalah hasil, berhasil atau tidak, itu bukan urusan kita. InsyaAllah dalam artikel lain saya akan tulis pandangan saya lebih jauh terkait takdir Allah, berdasarkan pengamatan dan apa yang saya pelajari selama ini.

Pembaca yang tidak setuju dengan pendapat saya dalam artikel ini, sah sah saja, Ini hanyalah pandangan saya pribadi, bukan mewakili pandangan siapa siapa. Bukan pandangan ulama, apalagi mewakili pandangan umat islam. Kita semua sedang berproses menuju kesejatian diri.

Jakarta, 27 Juni 2017

Tidak ada komentar: