Rabu, 18 Juli 2018

Infrastruktur saja tidak cukup!

Tidak terasa, sebentar lagi, masa pemerintahan Kabinet Presiden Jokowi periode 2014-2019 akan segera berakhir. Tahun politik segera menjelang bersama hingar bingar para politikus yang berlomba untuk menduduki posisi strategis di negeri ini. Dalam sepanjang kepemimpinan Bapak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, kita disuguhi oleh berbagai pembangunan mencengangkan yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Mulai dari pembangunan jalan, tol, bendungan, pembangkit listrik, jalur kereta api, serta berbagai proyek strategis lain yang tidak kurang berjumlah 222 proyek dan menelan anggaran sebanyak 4100 Triliun Rupiah.



Pembangunan ini memang bukan tanpa alasan. Ketertinggalan negeri ini terkait infrastruktur disinyalir menjadi penyebab berbagai persoalan bangsa. Salah satunya adalah mahalnya biaya logistik di negeri ini yang mencapai 60% dari Harga Pokok Produksi. Hal ini lantas memunculkan beberapa masalah serius misalnya adalah banyaknya kendaraan logistik ODOL (Over Dimension Over Loading) yang selain membuat jalanan cepat rusak, juga membahayakan pengguna jalan lain. Tingginya biaya logistik ini juga dapat berpotensi pada melemahnya daya beli masyarakat sehingga laju inflasi menjadi tinggi.

Terlepas dari pro kontra terkait apakah semua proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan Pemerintah benar dibutuhkan oleh rakyat, rasanya masih ada hal lain yang jika tidak segera ditangani oleh Pemerintah, akan menjadi masalah yang sangat serius. Pembangunan Infrastruktur memang penting, namun yang tidak kalah penting adalah Pembangunan Jiwa Rakyat Indonesia sendiri. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berjiwa kuat. Sepertinya, hal ini telah jauh hari disadari oleh salah satu tokoh pergerakan jaman kemerdekaan yakni WR Supratman. Dalam lirik lagu kebangsaan Republik Indonesia ciptaannya, beliau berpesan:

...

Bangunlah jiwanya

Bangunlah badannya

Untuk Indonesia Raya

...

Ternyata, berkali-kali sudah kita dengungkan bahwa pembangunan bangsa ini harus dimulai dari jiwanya. Setelah jiwa, kita boleh membangun badan. Jika ini telah selesai, maka Indonesia Raya akan terwujud, bahkan dengan sendirinya.

Bukankah para koruptor itu lahir bukan karena kemiskinan atau kekurangan fasilitas negara? koruptor terlahir karena kekeringan jiwa yang berakibat pada keserakahan, rasa haus akan harta yang tidak ada ujungnya. Bukankah pebisnis hitam, oknum polisi nakal, sampai maling ayam lahir juga karena kekeringan jiwa? ketakutan akan kemiskinan dan kelaparan yang berlebihan.

Faktanya, bukan kemiskinan dan kelaparan yang membunuh seseorang. Yang membunuh seseorang adalah jiwa yang lemah. Jika kemiskinan dan kelaparan bisa membunuh seseorang, maka tidak akan pernah seorang Lalu Muhammad Zohri dapat mengharumkan nama bangsa di kancah Internasional, walau tanpa dukungan dari pemerintah. Zohri adalah bukti nyata bahwa di dalam jiwa yang kuat, apapun dapat terwujud.

Jika kurungan penjara serta kurangnya fasilitas bisa mematikan seseorang, tidak akan pernah ada nama Nelson Mandela di dalam sejarah dunia. 27 tahun masuk bui dan diperlakukan dengan tidak adil, tidak membuat seorang Nelson Mandela ingin membalas perlakuan musuhnya tersebut walau dia telah menjadi seorang Presiden. Nelson Mandela adalah orang berjiwa luar biasa.

Yang paling fenomenal, mengagumkan, serta merupakan panutan seluruh umat muslim di dunia, adalah apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Hidup di dalam kesederhanaan yang bersahaja, serta kepungan tekanan berbagai kalangan yang membenci beliau, tak bisa sedikitpun menghambat beliau untuk menjadi manusia terbaik luar biasa. Nabi Muhammad telah membuktikan bahwa kekuatan jiwa, tidak bisa dikalahkan oleh kemiskinan, kelaparan, kurang harta, atau apapun yang bersifat materi.

Semboyan men sana in corpore sano yang berarti Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, nyatanya telah di patahkan oleh banyak sekali tokoh dunia. Apakah kita bisa menyebut seorang Stephen Hawking sehat? faktanya, karya dan penemuan beliau jauh melebihi kita yang secara fisik lebih sehat. Semboyan ini juga tidak bekerja untuk seorang Nick Fujicic. Dalam semua keterbatasannya, Nick justru sanggup menginspirasi banyak orang. Orang orang luar biasa ini seperti berkata kepada kita bahwa di dalam jiwa yang kuat, tubuh yang sakit pun bukanlah masalah besar.

Sudah saatnya Pemerintah lebih serius dalam proses kaderisasi penerus bangsa. Kondisi dunia pendidikan yang lebih sering di guncang isu terkait kebijakan, ketimbang hasil nyata dari perbaikan sistem pendidikan yang berkesinambungan adalah kegelisahan kita bersama. Setiap tahun rasanya anak-anak kita harus menghadapi perubahan kurikulum yang kita sendiri sebagai orang tua kebingungan mengikutinya.

Pemerataan kualitas pendidikan adalah masalah krusial yang harus segera dipecahkan bersama oleh para pemangku kekuasaan negeri ini. Begitu pula dengan hak setiap anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan hingga setinggi-tingginya. Berbagai permasalahan administrasi yang cenderung mempersulit, harus diganti dengan yang lebih mudah. Sebagai contoh, bagaimana mungkin mata rantai anak jalanan bisa kita putus jika untuk masuk sekolah saja, mereka diharuskan menyerahkan akta kelahiran yang tentu tidak mudah mereka dapatkan.

Sebagian orang yang skeptis dengan pendidikan mungkin berkata untuk apa sekolah tinggi, menteri Susi Puji Astuti saja cuma lulusan SMP dan bisa sukses jadi menteri. Pertanyaan lanjutan yang perlu kita lontarkan kepada penganut paham ini adalah, "Seberapa banyak orang seperti Ibu Susi yang lulusan SMP dan sukses?" Hemat saya, Ibu Susi hanya satu orang yang selamat dari kurangnya pendidikan dan berhasil sukses lantaran memiliki jiwa yang kuat dan pantang menyerah.

Pendidikan adalah cara termudah untuk menjaga agar generasi penerus memiliki kapasitas dan jiwa yang kuat. Melalui pendidikan yang berkualitas, percepatan penanaman jiwa yang kuat dapat dilakukan. Tentu, jika kurikulumnya tepat. Ada hal hal yang memang tidak sekolah ajarkan, namun lebih banyak pula hal hal yang diajarkan oleh sekolah. Membayangkan percepatan akibat sekolah dapat digambarkan seperti membiarkan seorang anak belajar matematika tanpa guru (otodidak) atau dengan guru. Tentu anak yang diajari guru berpotensi lebih cepat paham berkali kali lebih cepat ketimbang yang otodidak. Apalagi jika gurunya adalah guru berkualitas yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya.

Mari kita berdoa bersama agar siapapun Presiden yang terpilih untuk memimpin Indonesia 5 tahun kedepan, memasukkan masalah pembangunan jiwa ini di dalam program kerja utamanya. Infrastruktur memang penting, tapi jangan lupakan pembangunan jiwa bangsa ini. Bangsa ini perlu dididik untuk menjadi lebih dewasa dalam berdemokrasi, dalam berbeda pendapat, dalam berlalu lintas di jalan raya, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat menunggu arah kebijakan pendidikan yang matang, yang didukung dengan tersedianya sekolah dan guru handal di seluruh pelosok penjuru Indonesia.

Jika memang pemerintah belum menganggap hal ini penting, tak ada pilihan lain selain kita sebagai orang tua harus lebih hadir dan terlibat dalam pembentukan karakter anak anak kita. Jangan ada lagi anak-anak yang hanya mendapatkan fasilitas materi dari orang tua, namun kehilangan kasih sayang. Anak-anak harus mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua, tidak hanya ibu, namun ayah juga sangat berperan.

Mari kita sempatkan diri untuk berbincang dengan anak perihal dunia nya sehari-hari. Membesarkan anak bukan tentang memberikan gadget mahal beserta segudang fasilitas materi. Sudah berapa lama kita tidak bertanya tentang bagaimana sekolah buah hati kita. Perlu kita sadar bahwa kenakalan remaja bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba tiba. Dia datang perlahan dan kadang baru kita sadari ketika gejalanya sudah mencapai akhir. Oleh karena itu, kehadiran keluarga dalam menanamkan nilai nilai yang luhur serta proses pemantauan perkembangan kejiwaan anak sangatlah penting. Keluarga adalah sekolah pertama yang harus kita perbaiki jika kita ingin mendidik anak berjiwa luar biasa.  Dengan demikian, kita pun bisa optimis bahwa di masa yang akan datang, Indonesia akan dipenuhi anak muda hebat berbakat yang prestasinya mengguncang dunia.